Selasa, 10 Mei 2011

penyalahgunaan narkoba di indonesia


Penyalahgunaan Narkoba

PENDAHULUAN
Perkembangan penyalahgunaan Narkoba dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan kasus-kasus yang terungkap oleh jajaran Kepolisian RI hanyalah merupakan fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil saja yang tampak di permukaan sedangkan kedalamannya tidak terukur. Dasadari pula bahwa masalah penyalahgunaan Narkoba merupakan masalah nasional dan internasional karena berdampak negatif yang dapat merusak serta mengancam berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara serta dapat menghambat proses pembangunan nasional.

Sampai saat ini penyalahgunaan Narkoba di belahan dunia manapun tidak pernah kunjung berkurang, bahkan di Amerika Serikat yang dikatakan memiliki segala kemampuan sarana dan prasarana, berupa teknologi canggih dan sumber daya manusia yang profesional, ternyata angka penyalahgunaan Narkoba makin hari makin meningkat sejalan dengan perjalanan waktu.

Di Indonesia sendiri saat ini angka penyalahgunaan Narkoba telah mencapai titik yang mengkawatirkan, karena pada saat sekitar awal tahun 1990-an masalah Narkoba masih belum popular dan oleh jaringan pengedar hanya dijadikan sebagai negara transit saja, belakangan ini telah dijadikan sebagai negara tujuan atau pangsa pasar dan bahkan dinyatakan sebagai negara produsen/pengeksport Narkoba terbesar di dunia.

Keinginan untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka waktu cepat dalam situasi ekonomi yang memburuk seperti sekarang ini, diprediksikan akan mendorong munculnya pabrik-pabrik gelap baru dan penyalahgunaan Narkoba lain akan semakin marak di masa mendatang. Kondisi ini tentunya menjadi keprihatinan dan perhatian semua pihak baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mencari jalan penyelesaian yang paling baik guna mengatasi permasalahan Narkoba ini sehingga tidak sampai merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menyadari bahwa penyalahgunaan Narkoba ini sama halnya dengan penyakit masyarakat lainnya seperti perjudian, pelacuran, pencurian dan pembunuhan yang sulit diberantas atau bahkan dikatakan tidak bisa dihapuskan sama sekali dari muka bumi, maka apa yang dapat kita lakukan secara realistik hanyalah bagaimana cara menekan dan mengendalikan sampai seminimal mungkin angka penyalahgunaan Narkoba serta bagaimana kita melakukan upaya untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh penyalahgunaan Narkoba ini.

Dengan demikian perlu dicari upaya yang paling ideal, efektif dan aplikatif serta realistik dalam penanggulangan masalah Narkoba ini dengan melibatkan semua potensi baik dari unsur pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta masyarakat umum perorangan maupun kelompok

RUMUSAN MASALAH
Sampai dengan saat ini upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh lembaga formal pemerintah (Dep. Kes, Imigrasi, Bea dan Culai, Polri, BNN, BNP, dan lain-lain) maupun oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya masih belum optimal, kurang terpadu dan cenderung bertindak sendiri-sendiri secara sektoral. Oleh sebab itu masalah penyalahgunaan Narkoba ini tidak tertangani secara maksimal, sehingga kasus penyalagunaan Narkoba makin hari bukannya makin menurun tapi cenderung semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
Disisi lain, belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai mengkonsumsi atau menyalah-gunakan Narkoba. Menurut data dari Ditjen Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM bahwa pada tahun 2002 dari semua Lembaga Pemasya-rakatan/Rumah Tahanan Negara yang ada di Indonesia saat ini 40 % penghuninya adalah Narapidana/Tahanan Narkoba. Tentunya para “ korban ini ” belum tentu memiliki sifat/kepribadian jahat seperti pelajar SD/SMP, santri atau anak dari keluarga baik-baik, namun secara kebetulan terpengaruh untuk melakukan penyalah-gunaan Narkoba dan harus menjalani hukuman bersama dengan penjahat lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain, maka setelah menjalani hukuman pidana, mereka bukannya tambah baik tetapi justru dapat menjadi penjahat yang lebih besar lagi.

Sampai sekarangpun peran serta masyarakat dirasakan masih sangat kurang, mereka masih berpandangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam upaya pre-emtif, preventif dan kuratif maupun rehabilitatif.
Dari latar belakang yang tersurat dalam pendahuluan di atas dapat ditarik suatu rumusan masalah pokok sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba saat ini ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ?
3. Bagaimanakah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang diharapkan ?
4. Bagaimanakah upaya pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara komprehensif ?

DATA AWAL
1. Trend perkembangan kejahatan Narkoba

Tabel 1.
Data Crime Total dan Jenis Kejahatan Narkoba Tahun 2000 s.d Juni 2004

NO
TAHUN
CRIME TOTAL JENIS KASUS
Narkotika Psikotropika Zat Adiktif lain
1 2000 3.478 2.058 1.356 64
2 2001 3.617 1.907 1.648 62
3 2002 3.751 2.040 1.632 79
4 2003 7.140 3.929 2.590 621
5 Juni 2004 3.649 1.630 1.750 267
TOTAL 21.633 11.564 8.976 1.093
Sumber data : Badan Narkotika Nasional (BNN), Tahun 2004

Dari tabel 1. di atas terlihat bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya kasus Narkoba dari tahun ke tahun. Terlihat pula bahwa setelah BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional) diubah menjadi BNN (tahun 2002) yang lebih bersifat operasional, ditambah lagi dengan dukungan masyarakat serta gencarnya aktivitas yang dilakukan oleh Polri, jumlah kasus Narkoba yang dapat diungkap meningkat secara signifikan menjadi 7.140 kasus (90 %) pada tahun 2003.

Tabel 2.
Data Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Penggolongan Usia
Tahun 2000 s.d Juni 2004

No UMUR TSK T A H U N
2000 2001 2002 2003 2004 (JUNI)
JML % JML % JML % JML % JML %
1 8 – 15 13 0,50 25 0.50 25 0,51 23 0,43 28 0,58
2 16 – 19 268 10,34 571 11.52 501 10,17 494 9,30 261 5,39
3 21 - 24 815 31,47 1.483 29.93 1.428 29,00 1.755 33,05 1,322 27,28
4 25 – 29 687 26,53 1.197 24.16 1.366 27,74 1.368 26,11 1.273 26,27
5 > 30 807 31,16 1.679 33.89 1.604 32,58 1.652 31,11 1.962 40,48
JUMLAH 2.590 100 4.955 100 4.924 100 5.310 100 4.846 100
JML KASUS 3.478 3.617 3.751 7.140 3.649
Sumber data : Badan Narkotika Nasional (BNN), Tahun 2004

Dari tabel 2. di atas terlihat bahwa sebagian besar tersangka kasus Narkoba dilakukan oleh mereka yang masuk golongan usia produktif muda (16 – 29 tahun), hal ini mengindikasikan bahwa usia produktif rentan terhadap kejahatan Narkoba dan hal ini juga akan berdampak yang lebih serius lagi karena sebagian aset bangsa telah dirusak oleh Narkoba.
Terlihat pula bahwa pada tahun 2000 dan 2003, jumlah tersangka lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kasus, hal ini terjadi karena ada 1 tersangka terlibat beberapa kasus atau penyalahguna yang kambuh kemudian tertangkap kembali. Namun sebaliknya pada tahun 2001, 2002 dan 2004 (s.d Juni) terlihat bahwa jumlah tersangka lebih banyak dibandingkan jumlah kasus, hal ini terjadi karena 1 kasus dapat dilakukan oleh beberapa orang tersangka.

Tabel 3.
Data Barang Bukti yang Berhasil Disita s.d Tahun 2004 (Juni)
NARKOTIKA PSIKOTROPIKA BAHAN BERBAHAYA

1. Ganja : 6.611.404,77 gr
2. Pohon ganja : 207.011 btng
3. Heroin : 9.106,95 gr
4. Cocain : 319,5 gr
5. Morphin : 11 gr
6. Hasish : 566 gr
7. Candu : 9.250,5 gr
8. Codein : 6 gr

1. Obat daftar G : 937.148
tablet
2. Ekstasi : 159.081,5
tablet
3. Bubuk (bahan XTC) :
25 gr
4. Shabu : 24.425,72 gr
1. Miras : 26.613 botol
2. Jamu tradisional : 250 dos

Sumber data : Badan Narkotika Nasional (BNN), Tahun 2004

Dari tabel 2. di atas terlihat bahwa barang bukti berupa ganja menduduki peringkat pertama dalam segi jumlahnya, hal ini dimungkinkan karena narkotika jenis ganja ini banyak diketemukan di wilayah Indonesia terutama di daerah Aceh, lagi pula narkotika jenis ini memiliki nilai ekonomi yang relatif murah dibanding Narkoba lainnya.

2. Data kualitatif
Data kualitatif yang memperkuat trend perkembangan kasus Narkoba antara lain adalah :
a. Dengan ditangkapnya Suen Yung Yung warga negara Hongkong yang menggunakan KTP WNI palsu atas nama Yuyun Sanjaya yang menyelundupkan 60.167 butir Ekstasi ( seberat 14,65 kg ) ke Hongkong
b. Ditemukannya Pabrik pencetak Ekstasi terbesar di dunia yang berlokasi di Tangerang - Banten, yang dilakukan Ang Kiem Soei, warga negara Belanda keturunan Cina asal Fak-fak Papua, dengan kemampuan berproduksi 150.000 butir per hari (konon kenyataannya berproduksi hampir 1.115000 butir per hari)

PEMBAHASAN

1. Modus operandi penyalahgunaan Narkoba
Dalam melakukan aksinya, penyalahguna Narkoba dapat melalui bebe-rapa cara atau modus operandi sebagai berikut :
a. Kelompok pengedar
1) Guna melancarkan aksinya, mereka sering melakukan penyuapan kepada petugas, seperti Polisi, Petugas Bea dan Cukai, Jaksa maupun Hakim. Ada kalanya mereka juga mempengaruhi petugas-petugas tersebut atau keluarganya sebagai target operasi untuk menyalahgunakan Narkoba.
2) Sindikat pelaku terdiri dari jaringan yang juga terkait dengan jaringan yang sangat luas yang ada kota-kota besar di Indonesia dengan menggunakan sistem sel atau ”cut”, yaitu terdapat beberapa tingkatan pengedar, dimana masing-masing tingkat tidak saling kenal sehingga jika salah satu tingkatan pengedar tertangkap, dia tidak bisa menunjuk jaringan di atasnya.
3) Modus operandi peredaran Narkoba dari pengedar tingkat paling bawah yang berhubungan langsung dengan pengguna, biasanya dengan cara mempengaruhi kelompok ”rentan” yaitu kelompok masyarakat bermasalah secara ekonomis, psikologis, sosial dan lain-lain, melalui dua cara, yaitu :
a) Terhadap kelompok bermasalah secara ekonomis, seperti orang tua yang kurang mampu termasuk ibu-ibu rumah tangga, mereka mempengaruhi dengan menjanjikan keun-tungan ekonomi yang tinggi dengan mengatakan bahwa saat ini hanya dengan berdagang Narkoba saja yang bisa memperoleh keuntungan besar dalam waktu yang relatif cepat sehingga dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang sedang dihadapi.
b) Terhadap kelompok bermasalah lain seperti mahasiswa, pelajar dan generasi muda lainnya, setelah kenal biasanya dipengaruhi dengan memberikan Narkoba secara gratis untuk mengatasi permasalahan hidup atau untuk mendapat-kan kenikmatan dunia. Kemudian setelah korban dapat merasakan kenikmatan (halusinasi dan eforia) dan yakin korban akan menginginkannya kembali maka ia diminta untuk membeli. Setelah korban mengalami ketergantungan dan tidak memiliki uang untuk membeli maka dia diminta untuk membantu mengedarkan atau menjual atau mempe-ngaruhi teman-temannya yang lain untuk menggunakan Narkoba juga. Demikian seterusnya sampai mendapatkan banyak korban-korban baru.
b. Pengguna
1) Biasanya mereka memesan Narkoba kepada pengedar melalui telepon/HP untuk diantarkan oleh kurir pada suatu tempat yang sudah ditentukan.
2) Dapat juga bagi para pengguna yang sudah menjadi pelanggan tetap melakukan transaksi langsung di TKP seperti di diskotik, pub, karaoke dan lain-lain.
3) Setelah mendapatkan barang/Narkoba, kemudian para pengguna mengkonsumsinya terlebih dahulu di rumah, kemudian pergi bersenang-senang di diskotik, pub, karaoke dan tempat-tempat pesta lainnya. Hal ini untuk menghindari jika ada operasi dari polisi, maka tidak kedapatan atau tidak ditemukan adanya barang bukti dalam badan/penguasaannya.
4) Selain itu penggunaan Narkoba sering dilakukan secara bersama-sama di suatu tempat seperti hotel, tempat kost, rumah pribadi dan lain sebagainya.
2. Mekanisme terjadinya penyalahgunaan Narkoba
Mekanisme atau proses terjadinya penyalahgunaan Narkoba dapat dijelaskan sesuai dengan rumus umum terjadinya kejahatan yang telah dikenal
luas di kalangan Kepolisian, yaitu :
C = N + K
dimana : C : Crime/Kejahatan/Penyalahgunaan Narkoba
N : Niat
K : Kesempatan
Niat adalah sama dengan Demand dalam hukum ekonomi, yaitu timbulmya keinginan dan permintaan dari seseorang terhadap Narkoba. Dalam teori Psikologi, niat atau demand ini dipengaruhi oleh tiga faktor yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi, yaitu :
a. Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang tersebut, seperti adanya gangguan kepribadian, adanya kecemasan, depresi atau mende-rita suatu penyakit tertentu yang secara medis memerlukan pengobatan psikotropika dan atau narkotika.
b. Faktor kontribusi
Adalah faktor yang berasal dari luar, yang biasanya berasal dari lingkungan terdekatnya yang dapat memberikan pengaruh pada sese-orang untuk melakukan bentuk penyimpangan sosial. Misalkan kondisi keluarga yang tidak utuh (cerai), kesibukan orang tua, hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, dan lain-lain. Kedua faktor predisposisi dan faktor kontribusi ini akan saling mempengaruhi dan membentuk kepribadian seseorang menjadi kelompok rentan.
c. Faktor pencetus
Adalah faktor yang berasal dari luar yang dapat memberikan pengaruh langsung kepada kelompok rentan untuk melakukan penyalah-gunaan Narkoba. Misalkan adanya bujukan, jebakan, desakan dan tekan-an dari teman sebaya, berada di lingkungan pemakai Narkoba, dan lain-lain.
Interaksi dari ketiga faktor tersebut di atas menyebabkan peningkatan demand seseorang atau timbul niat untuk menyalahgunakan Narkoba. Jika orang tersebut berhubungan dengan jaringan pengedar yang akan memberikan supply Narkoba, maka terjadilah pertemuan antara supply and demand atau dengan kata lain terjadi penyalahgunaan Narkoba.

3. Tahap – tahap penyalahgunaan Narkoba
Narkoba merupakan suatu zat atau substansi yang dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan bagi pemakainya. Proses terjadinya ketergan-tungan dapat secara bertahap yang pada garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Tahap pengenalan awal
Pada tahap ini terjadi konsumsi Narkoba untuk pertama kalinya oleh seseorang baik secara sengaja karena alasan medis atau karena ketidaktahuan/secara tidak sengaja mengkonsumsi Narkoba, misalkan minumannya dicampur Narkoba oleh orang lain. Pada umumnya orang tersebut belum merasakan ”reaksi enak” (halusinasi dan eforia) dari Narkoba karena memang tidak ada niat/maksud untuk mendapatkan atau mengetahui reaksi dari Narkoba yang terkonsumsi tadi.
b. Tahap rekreasional
Pada tahap ini seseorang telah dengan sengaja untuk coba-coba atau iseng ingin mengetahui reaksi dari Narkoba. Biasanya mereka akan merasakan reaksi halusinasi dan eforia sesuai yang diharapkan, sehingga secara psikologis dan efek farmakologis akan mendorong orang tersebut mengulanginya lagi, misalkan mengkonsumsi Narkoba setiap ada pesta atau pada acara-acara tertentu atau setiap bulan sekali dan seterusnya. Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa dari sepuluh orang yang coba-coba, sembilan orang (90 %) akan berlanjut menjadi ketergantungan.
c. Tahap habitual/kebiasaan
Para pengguna sudah mengkonsumsi Narkoba secara teratur misalnya tiap minggu atau dua hari sekali. Pada tahap ini telah terjadi toleransi, yaitu mereka harus meningkatkan dosis pemakaian guna meng-hasilkan efek atau reaksi yang diharapkan. Konsumsi Narkoba sudah menjadi kebiasaan dan 95 % sampai 99 % orang yang telah memasuki tahap ini akan berlanjut menjadi ketergantungan. Orang ini belum terganggu fungsi sosialnya sehingga masih mampu melakukan pekerjaan atau aktifitas rutin seperti sekolah, bekerja, dan lain-lain.
d. Tahap adiksi/ketagihan
Pada tahap ini dapat dipastikan 100 % akan menjadi ketergan-tungan baik secara fisik, psikologis dan sosial. Penggunaan Narkoba akan dilakukan setiap hari dan kalau tidak menggunakan maka semua aktifitas atau pekerjaan rutin menjadi terganggu. Mereka merasa sudah tidak bisa hidup tanpa Narkoba.
e. Tahap dependensi/ketergantungan
Sama dengan tahap adiksi yaitu telah terjadi ketergantungan baik secara fisik, psikologis dan sosial, bedanya mereka yang telah memasuki tahap ini sudah tidak merasakan lagi nikmat atau ”reaksi enak” dari Narkoba, sedangkan pada tahap adiksi mereka masih dapat menikmati ”reaksi enak” seperti halusinasi, eforia dan lain-lain. Mereka yang masuk dalam tahap ini mengkonsumsi Narkoba bertujuan hanya untuk menghi-langkan rasa sakit yang berlebihan dan supaya tidak dianggap sebagai orang gila. Penggunaan Narkoba menjadi sangat intensif beberapa kali sehari, karena begitu reaksi obat/Narkoba sudah habis akan terjadi gejala putus obat (sakau) seperti rasa sakit yang amat sangat dan tidak tertahan-kan serta tidak bisa diatasi dengan apa saja kecuali mengkon-sumsi Narkoba lagi. Dengan demikian mereka sudah tidak mungkin lagi bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat apalagi melakukan aktifitas sehari-hari.

4. Dampak penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan Narkoba ini akan memberikan dampak yang sangat luas dan kompleks sebagai berikut :
a. Dampak terhadap pribadi/individu pemakai
1) Terjadi gangguan fisik dan penyakit yang diakibatkan langsung dari efek samping Narkoba seperti kerusakan dan kegagalan fungsi organ-organ vital, seperti merusak ginjal, liver, otak (susunan saraf), jantung, kulit dan lain-lain.
2) Selain itu dapat secara tidak langsung menyebabkan penyakit lain yang lebih serius diakibatkan perilaku menyimpang karena penga-ruh Narkoba, seperti tertular HIV/AIDS, Hepatitis C, penyakit kulit dan kelamin, dan lain-lain.
3) Terjadi gangguan kepribadian dan psikologis secara drastis seperti berubah menjadi pemurung, pemarah, pemalas dan menjadi masa bodoh.
4) Dapat menyebabkan kematian yang disebabkan karena over dosis atau kecelakaan karena penurunan tingkat kesadaran.
b. Dampak terhadap keluarga
1) Mencuri uang atau menjual barang-barang di rumah guna dibelikan Narkoba.
2) Perilaku di luar dapat mencemarkan nama baik keluarga.
3) Keluarga menjadi tertekan karena salah satu anggota keluarganya menjadi target operasi polisi dan menjadi musuh masyarakat.
c. Dampak terhadap masyarakat/lingkungan sosial
1) Tidak merasa menyesal apabila melakukan kesalahan
2) Sering terjadi kecelakaan lalu lintas karena tidak konsentrasi se-hingga mengancam keselamatan pengguna jalan yang lain.
3) Sering membuat keributan, perkelahian dan lain-lain.
4) Melakukan pencurian dan perampokan untuk mendapatkan sejum-lah uang.
5) Penyebab terjadinya gangguan Kamtibmas lainnya.
d. Dampak terhadap bangsa dan negara
1) Rusaknya generasi muda sebagai pewaris bangsa menjadi generasi yang tidak produktif.
2) Tidak ada lagi rasa patriotisme dan rasa cinta terhadap bangsa dan Negara Republik Indonesia sehingga tidak memiliki kesadaran bela negara.
3) Generasi muda yang tidak memiliki masa depan akan mudah di-pengaruhi oleh pihak lain untuk menghancurkan negara.

5. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba saat ini
a. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum benar-benar terpadu dan terlihat setiap instansi atau kelompok masyarakat bekerja sendiri-sendiri sehingga hasil yang diperoleh belum optimal. Sebenarnya banyak instansi selain Polri yang memiliki tugas memberantas penyalahgunaan Narkoba.
b. Belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mereka sampai mengkonsumsi atau menyalahgunakan Narkoba.
c. Peran serta masyarakat sangat rendah karena mereka masih berpan-dangan bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab polisi. Dengan demikian mereka kurang peduli dan kurang berpartisipasi aktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba.
d. Ada beberapa LSM yang peduli dalam penyalahgunan Narkoba seperti GRANAT, GERAM, GANAS dan lain-lain. Namun sayangnya kegiatan mereka masih cenderung belum konsisten dan belum berkesinambungan. Mereka lebih banyak menyoroti dan mencari kelemahan/kesalahan yang dilakukan oleh penyidik/aparat penegak hukum dari pada melakukan kemitraan, dengan kata lain kadar kemitraannya dengan aparat penegak hukum masih meragukan.
e. Sedangkan di lingkungan internal Polri sendiri, kegiatan antar fungsi masih belum terpadu dan belum terencana secara baik. Yang terkesan hanya kegiatan represif saja oleh fungsi Reserse. Fungsi Binamitra, Intelijen dan Samapta kurang proaktif dalam melakukan upaya pre-emtif dan preventif, sebagai contoh bahwa penyuluhan atau komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat lebih banyak menunggu jika ada permintaan dari pihak lain (kelompok masyarakat).
f. Fungsi Dokkes belum berperan secara maksimal dalam upaya kuratif dan rehabilitatif, yaitu membantu korban atau pengguna untuk keluar dari ketergantungan terhadap Narkoba untuk dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat. Saat ini peran Dokkes baru pada tingkat memberikan ”back up” kepada fungsi operasional, seperti pemberian informasi kepada fungsi Reserse dalam menentukan tanda-tanda ketergantungan/ sebagai pengguna atau dalam pembuatan Visum/BAP test urine tersang-ka dan kepada fungsi Binamitra dalam memberikan materi penyuluhan terhadap masyarakat.
g. Dengan dibentuknya BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional) yang kemudian diubah menjadi BNN (tahun 2002), yang lebih bersifat operasional, maka terlihat jelas bahwa penanganan kasus penyalagunaan Narkoba menjadi lebih terkoordinasi, lebih banyak kasus terungkap dan juga lebih banyak barang bukti dapat disita. Dan yang lebih penting lagi adalah akan lebih banyak lagi generasi muda terselamatkan dari bahaya Narkoba.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi
a. Faktor internal
1) Kekuatan
a) Kebijakan pimpinan Polri untuk membentuk Direktorat Narkoba pada tingkat Markas Besar maupun tingkat Polda telah membuat penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia khususnya menjadi lebih fokus dan terarah, se-hingga diharapkan memperoleh hasil yang optimal.
b) Telah adanya organ dalam struktur organisasi Polri yang secara tegas mengatur tugas pokok dan tugas-tugas dalam pemberantasan penyalahgunaan Narkoba baik secara pre-emtif, preventif, represif, kuratif dan rehabilitatif. Tugas pre-emtif dan preventif lebih diperankan oleh fungsi Intelijen, Binamitra, Samapta dan Dokkes, tugas represif lebih dipe-rankan oleh fungsi Reserse dan tugas kuratif dan rehabi-litatif lebih diperankan oleh fungsi Dokkes.
c) Secara umum kuantitas personil Polri yang ada saat ini merupakan kekuatan yang bisa diberdayakan dalam pembe-rantasan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia.
2) Kelemahan
a) Secara umum kualitas personil Polri masih sangat rendah, khususnya dalam bidang penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba.
b) Sikap moral dan perilaku beberapa oknum Polri yang masih ada yang menyimpang, cenderung mencari keuntungan pribadi, dengan cara mengkomersialkan kasus Narkoba dan bahkan ada yang menjadi backing mereka, dan lain seba-gainya.
c) Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Polri merupakan kendala dalam mengejar dan menangkap kelom-pok pengedar.
d) Minimnya anggaran untuk pengungkapan kasus Narkoba. Kita mengetahui bahwa untuk melaksanakan penyelidikan dan penyidikan kejahatan Narkoba khususnya untuk me-nangkap seorang pengedar, memerlukan waktu yang sangat panjang atau lama. Sering kali kita harus menggunakan pancingan dengan menyuruh orang lain untuk berpura-pura sebagai pembeli atau kita sendiri yang melakukan undercover buy atau pembelian terselubung. Biasanya kita harus melakukan pancingan atau pembelian beberapa kali agar dapat berhubungan langsung dengan pengedar, karena kalau hanya sekali saja maka pengedar tidak akan menemui dan dia akan menyuruh kurir untuk mengantarkan barang/ Narkoba pesanan kita. Hal ini tentunya memerlukan biaya yang sangat besar apalagi kita tahu bahwa harga Narkoba juga relatif mahal.
e) Kurangnya koordinasi antar fungsi, khususnya dalam penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba. Setiap fungsi yang ada dalam struktur Polri terlalu kaku dalam melak-sanakan tugas pokok masing-masing bahkan cenderung eksklusif dan menganggap keberhasilan tugas mereka akan dianggap sukses jika mereka mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara mandiri atau dengan kata lain tidak memer-lukan bantuan dan dukungan dari fungsi-fungsi yang lain.
b. Faktor eksternal
1) Peluang
a) Adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psiko-tropika dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika serta Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, merupakan payung hukum yang mengatur penanggulangan penyalahgunaan Narkoba, sehing-ga tidak membuat aparat penegak hukum menjadi ragu-ragu dalam menjalankan penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan penyalahgunaan Narkoba.
b) Dukungan masyarakat dan pemerintah terhadap Polri khu-susnya dalam memberantas masalah penyalahgunaan Narkoba.
c) Hubungan yang harmonis yang telah terjalin antara instansi terkait, akan memudahkan dalam melakukan koordinasi, sehingga proses penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara holistik dapat berhasil secara optimal.
d) Terbentuk beberapa LSM yang peduli terhadap permasa-lahan Narkoba seperti GRANAT, GANAS dan GERAM, yang perwakilan atau cabangnya tersebar hampir di seluruh Indonesia. Hal ini dapat dijadikan mitra Polri dalam melaku-kan upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
2) Kendala/ancaman
Berdasarkan fakta sejarah dan pengalaman lapangan bahwa kejahatan Narkoba telah terjadi sejak ribuan tahun sebelum masehi dan diyakini tidak mungkin dihapus sama sekali dari muka bumi ini. Hal ini terjadi karena kompleksnya faktor penyebab penya-lahgunaan Narkoba. Secara umum terdapat beberapa faktor ekster-nal yang menjadi penyebab mengapa penyalahgunaan Narkoba sulit diberantas yaitu :
a) Faktor politik
Situasi politik yang tidak stabil dan tingginya penya-lahgunaan wewenang seperti korupsi dan kolusi dapat memudahkan masuknya Narkoba ke negara kita, karena banyak pejabat yang bisa disuap sehingga peredaran Narkoba dapat merajalela. Sebaliknya peredaran Narkoba juga bisa membuat situasi politik menjadi kacau dan tidak stabil.
b) Faktor ekonomi
Krisis ekonomi yang belum benar-benar pulih menyebabkan tingginya angka pengangguran dan kemis-kinan sehingga memudahkan masyarakat untuk dipengaruhi untuk menyalahgunakan Narkoba. Hal ini merupakan sifat manusiawi yang selalu menginginkan jalan pintas dalam memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka waktu singkat guna mengatasi permasalahan ekonominya.
c) Faktor sosial
Perubahan sosial yang cepat seperti modernisasi dan globalisasi membuat masyarakat dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang serba baru dan serba mendunia. Hal ini membuat masyarakat menjadi stress sehingga terjadi gangguan seperti insomnia (sulit tidur), kelelahan fisik dan mental karena tingginya tingkat persaingan dan lain-lain. Kondisi demikian menyebabkan permintaan masyarakat untuk menggunakan Narkoba menja-di meningkat.
d) Faktor budaya/kebiasaan
Adakalanya dalam suatu kebiasaan tertentu, misalnya di daerah Aceh, berpandangan bahwa Ganja itu merupakan sejenis sayur yang bermanfaat untuk kesehatan karena sejak jaman dahulu nenek moyangnya mengkonsumsi Ganja sebagai sayur/penyedap makanan dan tidak terjadi gangguan. Selain itu mereka juga berpendapat bahwa tanaman Ganja diperlukan untuk menyuburkan dan membuat kualitas tanaman lain seperti tembakau menjadi lebih baik.
e) Faktor Hankam
Pada umumnya setiap ada konflik militer seperti di Afganistan, Aceh, Myanmar, beberapa negara di Amerika Latin dan sebagainya, maka ada kecenderungan penyalah-gunaan Narkoba sangat meningkat. Hal ini karena keperluan untuk membeli persenjataan dapat dilakukan melalui mafia dengan cara imbal beli dengan Narkoba. Atau sebaliknya jika suatu daerah diketahui terdapat banyak produksi Narkoba, maka menjadi target oleh Mafia Narkoba untuk dijadikan separatisme sehingga timbullah gejolak dari segi pertahanan dan keamanan.

PEMECAHAN MASALAH

1. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba
Kondisi yang diharapkan yaitu terjadinya upaya penanggulangan penya-lahgunaan Narkoba di Indonesia secara komprehensif. Adapun yang dimaksud dengan holistik dalam makalah ini adalah dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan menggunakan pendekatan sistem (antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling terkait). Keterpaduan dan keterkaitan disini mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Subyek atau pelaksana
Subyek atau pelaku yang bertanggung jawab dalam setiap upaya penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini tidak hanya monopoli Polri saja tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab serta peran dari instansi lain terkait serta peran serta LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum lainnya secara keseluruhan untuk aktif bersama-sama secara terpadu melakukan upaya penanggulangan terha-dap penyalahgunaan Narkoba. Khusus keterpaduan antar instansi Pemerintah terkait dapat terwadahi dengan terbentuk dan berperannya Badan Narkotika Nasional (BNN) secara optimal sesuai dengan ketentuan Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.
b. Obyek atau sasaran
Adalah siapa dan apa yang akan dilakukan intervensi atau yang menjadi target sasaran dalam pemberantasan atau penanggulangan pe-nyalahgunaan Narkoba ini. Sasaran disini dapat berupa :
1) Orang, seperti pengedar atau bandar, pengguna atau korban, masyarakat rentan dan masyarakat umum lainnya.
2) Tempat, seperti lahan cultivasi atau penanaman, laboratorium atau tempat proses produksi dan tempat penyimpanan.
3) Jalur distribusi (darat, laut dan udara) atau trafficking.


c. Metode atau cara bertindak
Adalah setiap upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara holistic dan realistik yaitu melalui pendekatan yang dikenal dengan istilah Harm Minimisation, yang secara garis besar terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Supply Control
Adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menekan atau menurunkan seminimal mungkin ketersediaan Narkoba di pasar gelap atau ditengah-tengah masyarakat. Kegiatan yang dilakukan dapat secara pre-emtif, preventif dan represif seperti :
a) Pengawasan cultivasi/penanaman Narkoba ilegal
b) Pengawasan masuknya bahan-bahan prekusor dari luar negeri
c) Pencegahan terhadap upaya penyelundupan
d) Razia atau opeasi kepolisian untuk mencegah peredaran Narkoba dalam masyarakat
e) Penindakan terhadap laboratorium gelap
f) Penindakan terhadap pelaku penanaman, pengedar, bandar
g) Penindakan terhadap pengguna dan penyalahguna yang lain
h) Dan lain-lain.
2) Demand Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan guna menekan atau menurunkan permintaan pasar atau dengan kata lain untuk mening-katkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal un-tuk menolak keberadaan Narkoba. Kegiatan yang dilakukan dapat secara pre-emtif dan preventif seperti :
a) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) baik secara langsung, brosur, iklan, bill board atau melalui media cetak dan media elektronik kepada masyarakat.
b) Penyuluhan kepada masyarakat (keluarga, sekolah dan kelompok masyarakat lainnya)
c) Sarasehan, anjangsana
d) Promosi kesehatan secara umum
e) Seminar/diskusi
f) Dialog interaktif di radio/TV
g) Pembatasan dan pengawasan ijin diskotik, pub, karaoke dan tempat hiburan lain yang sering dijadikan sebagai tempat penyalahgunaan Narkoba.
3) Harm Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan terhadap pengguna atau korban dengan maksud untuk menekan atau menurunkan dampak yang lebih buruk akibat penggunaan dan ketergantungan terhadap Narkoba. Konsep Harm Reduction ini didasarkan pada kesadaran pragmatis pada realita bahwa penyalahgunaan Narkoba tidak bisa dihapuskan dalam waktu singkat, sehingga harus ada upaya-upaya untuk meminimalkan bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan Narkoba tersebut. Kegiatan yang dilakukan dapat secara preventif, kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif, seperti :
a) Memberikan terapi dan pengobatan medis agar pengguna/ korban tersebut dapat lepas dari keracunan, overdosis dan terbebas dari penyakit fisik lainnya.
b) Memberikan rehabilitasi agar pengguna tersebut dapat lepas dari ketergantungan dan dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat.
c) Memberikan konseling guna mencegah kekambuhan dan mencegah penularan penyakit berbahaya lain sebagai dam-pak dari perilaku negatif penyalahgunaan Narkoba, seperti penularan HIV/AIDS, Hepatitis C, penyakit kulit dan kela-min dan lain-lain.
2. Peran Instansi dan kelompok lain
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penanggulangan pe-nyalahgunaan Narkoba scr komprehensif perlu kebersamaan, keterpaduan dan keterkaitan antara satu institusi dengan yang lain guna mencapai hasil yang optimal. Keterpaduan disini juga berlaku terhadap semua fungsi dalam lingkungan internal Polri, dengan instansi Pemerintah terkait dan dengan kelompok masyarakat lainnya. Dengan demikian diperlukan adanya persamaan persepsi, visi dan misi sehingga dapat terjadi pembagian tugas, peran dan fungsi sesuai kapasitas dan otoritas masing-masing. Koordinasi dan keter-paduan antar instansi Pemerintah dapat dimotori oleh BNN sedang kelompok masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM dan kelompok masyarakat lain dapat berperan sebagai mitra. Adapun secara garis besar yang menjadi tugas, fungsi dan peranan masing-masing instansi atau kelompok masyarakat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pemerintah/Pemerintah Daerah
1) Menyediakan sarana dan fasilitas secara umum
2) Penyediaan anggaran melalui APBN/APBD
3) Bersama Legeslatif menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dapat memayungi palaksanaan penanggulangan penyalahgu-naan Narkoba.
4) Sebagai fasilitor dan koordinator dalam setiap perumusan visi, misi dan strategi bersama.
b. Polri
1) Bersama instansi dan kelompok lain melakukan kegiatan pre-emtif seperti Komunikasi, Informasi dan Edukasi serta penyuluhan ke-pada masyarakat.
2) Melakukan kegiatan preventif seperti razia atau operasi kepolisian dengan sasaran orang dan atau tempat-tempat yang dicurigai.
3) Melakukan kegiatan represif yaitu penindakan terhadap penyalah-guna (pengedar dan pengguna) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Bersama instansi terkait dan kelompok masyarakat lainnya mela-kukan kegiatan kuratif seperti pengobatan terhadap pengguna atau korban dan juga melakukan kegiatan rehabilitatif yaitu membebas-kan pengguna dari ketergantungan.
c. Departemen Kesehatan/Dinas Kesehatan
1) Melakukan kegiatan kuratif dengan pembentukan Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan sarana kesehatan lainnya.
2) Bersama instansi lain melakukan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3) Pencegahan dan pemberantasan penyakit seksual, HIV/AIDS, Hepatitis C dan lain-lain.
4) Penyiapan tenaga kesehatan seperti dokter, paramedis dan tenaga non medis lain yang diperlukan.
d. Badan/Balai Pengawasan Obat dan Makanan
1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan atau pemanfaatan Narkotika, Psikotropika dan prekursor oleh para importir, industri farmasi/ industri kimia dan laboratorium peng-guna.
2) Melakukan pencatatan, pengawasan dan audit terhadap semua instansi yang menggunakan Narkotika, Psikotropika dan precursor dalam menjalankan usahanya, seperti laboratorium kimia, industri farmasi dan distributor.
3) Meningkatkan kemampuan uji laboratorium dan SDM sebagai saksi ahli dalam peradilan kasus Narkoba jika dibutuhkan.
e. Imigrasi
1) Kerja sama dengan instansi lain seperti Deplu/Kedutaan dalam melakukan seleksi terhadap pemberian visa kunjungan ke Indonesia terutama bagi mereka yang berasal dari negara berisiko seperti Pakistan, Afganistan, Thailand dan lain-lain.
2) Koordinasi dengan instansi lain seperti Polri dalam melakukan pengawasan terhadap orang-orang asing yang masuk dan telah berada di Indonesia khususnya mereka yang sering melakukan penyalahgunaan Narkoba seperti Black African dan lain-lain.
f. Bea dan Cukai
1) Mencegah keluar masuknya Narkoba atau prekursor dari luar negeri melalui pintu-pintu masuk Pabean.
2) Bersama instansi lain melakukan pengawasan dan pemeriksaan fisik secara selektif terhadap sarana pengangkut yang memuat Narkoba atau prekursor, seperti kapal laut dan pesawat udara.
3) Melakukan pencegahan dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadap orang sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
4) Pertukaran informasi dengan aparat kepabeanan negara lain.
g. Departemen/Dinas Pertanian
1) Melakukan pengawasan terhadap lahan-lahan yang dijadikan sebagai tempat kultivasi atau penanaman Narkoba.
2) Meningkatkan tingkat kesuburan lahan pertanian sehingga dapat ditanami tanaman yang bermanfaat dan legal.
h. Kementrian Informasi/Dinas Penerangan
1) Dengan media massa baik cetak maupun elektronik menyajikan pemberitaan dan informasi tentang Narkoba yang proporsional dan kondusif yang dapat memberikan edukasi kepada masyarakat.
2) Menghindari pemberitaan yang bersifat provokatif dan destruktif sehingga dapat menambah keresahan dan ketidakpercayaan masya-rakat kepada aparat Pemerintah.
i. Departemen/Dinas Sosial
1) Melakukan pembinaan terhadap kelompok rentan seperti masya-rakat miskin, pengemis dan gelandangan yang ada di jalan-jalan agar tidak terpengaruh Narkoba.
2) Bersama instansi lain melakukan konseling dan rehabilitasi terha-dap kelompok pengguna yang ketergantungan.
3) Bersama instansi lain menyiapkan Panti Rehabilitasi guna membe-baskan pengguna dari ketergantungan sehingga dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat.

j. Kejaksaan
1) Melakukan penuntutan secara proporsional, profesional, tegas dan konsisten, terhadap kasus Narkoba.
2) Koordinasi dengan instansi lain khususnya Polri dalam penyusunan proses penuntutan/ dakwaan kasus Narkoba.
k. Pengadilan
1) Mengadili terdakwa dan memberikan hukuman yang tegas, kon-sisten dan adil sehingga dapat menimbulkan efek jera, khususnya bagi mereka yang tergolong sebagai pengedar dan produsen.
2) Setiap keputusan perlu mempertimbangkan beberapa aspek terma-suk aspek hukum, fisiologis/medis, psikologis, sosiologis dan HAM.
l. Lembaga Pemasyarakatan
1) Memisahkan tempat atau lokasi penjara untuk narapidana Narkoba khususnya bagi mereka yang tergolong sebagai pengguna dengan narapidana lainnya.
2) Koordinasi dengan instansi lain untuk pembinaan dan atau pengo-batan serta rehabilitasi terhadap narapidana Narkoba.
m. Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM )
1) Aktif dalam memberikan informasi kepada penyidik tentang terjadinya penyalahgunaan Narkoba di masyarakat.
2) Kemitraan dengan instansi Pemerintah terkait termasuk Polri dalam melaksanakan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3) Membentuk pusat-pusat konseling dan panti rehabilitasi Narkoba.
n. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
1) Kemitraan dengan instansi Pemerintah terkait termasuk Polri dalam melakukan kegiatan pre-emtif dan preventif, seperti membe-rikan penyuluhan dan lain-lain.
2) Bersama pekerja sosial lainnya ikut aktif membantu proses reha-bilitasi dari korban pengguna Narkoba sehingga memiliki kete-balan iman dan kepercayaan diri untuk dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat.
3) Aktif dalam mempengaruhi komunitas pengikutnya untuk meng-hindari penyalahgunaan Narkoba.
4) Aktif memberikan informasi kepada instansi Pemerintah terkait khususnya Polri bila ditemukan adanya penyalahgunaan Narkoba di lingkungannya.
o. Masyarakat umum lainnya
1) Dapat berperan aktif dengan menjadi polisi bagi dirinya sendiri dan masyarakat sekelilingnya atau dengan kata lain memiliki ketahanan untuk tidak menyalahgunakan Narkoba untuk diri dan keluarga serta lingkungannya.
2) Aktif memberikan informasi kepada polisi jika mengetahui adanya penyalahgunaan Narkoba.

PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dari segi kuantitas dan kualitas maupun modus operandi yang dilakukan oleh para pengedar. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai dampak dari kemajuan pembangunan secara umum dan dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan.
b. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik) serta belum mencapai hasil yang diharapkan.
c. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu :
1) Supply control
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif dan represif guna menekan atau meniadakan ketersediaan Narkoba di pasaran atau di lingkungan masyarakat. Intervensi yang dilakukan mulai dari cultivasi/penanaman, pabrikasi/pemrosesan dan distribusi/ peredaran Narkoba tersebut.
2) Demand reduction
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif guna meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal dan tidak tergoda untuk melakukan penya-lahgunaan Narkoba baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya.
3) Harm reduction
Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui kegiatan yang bersifat preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan intervensi kepada korban/pengguna yang sudah ketergan-tungan agar tidak semakin parah/membahayakan bagi dirinya dan mencegah agar tidak terjadi dampak negatif terhadap masyarakat di lingkungannya akibat penggunaan Narkoba tersebut.

2. S a r a n
a. Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
b. Dengan makin canggihnya modus operandi yang dilakukan jaringan pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke Indonesia, maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan sarana/peralatan deteksi Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector canggih, dog detector (dengan anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain sehingga dapat menggagalkan masuknya Narkoba ke Indonesia.
c. Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba pada ota-kota besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.
d. Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan dalam kehidupan berma-syarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Basili, Helen and Kelvin Chambers, Drug Treatment Services in the Cabramatta Area : Access and Equity issues for Non English Speaking Background Population, Sydney – Australia, The Drug and Alcohol Multicultural Education Centre ( DAMEC), 2002.
2. Campbell, Andrew PhD, The Australian Illicit Drug Guide, Melbourne - Victoria - Australia, Black Inc. Publisher, 2001.
3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Peranan Bea Cukai dalam Mengantisipasi Penyelundupan Narkoba dari Luar Negeri, Makalah dalam Acara Diskusi Terfokus, Jakarta, Hotel Ambhara, 9 Juni 2003.
4. Direktorat Jenderal Imigrasi, Peranan Imigrasi Dalam Mencegah dan Menangkal Para Penyelundup Narkoba dari Luar Negeri, Makalah dalam Acara Diskusi Terfokus, Jakarta, Hotel Ambhara, 9 Juni 2003.
5. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen Sosial RI, Klasifikasi Narkotika, Psikotropika dan Zat-Zat Adiktif Lainnya, Jakarta, 2001.
6. …….., Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza Gejala-Gejala Klinis serta Upaya Penyembuhannya, Jakarta, 2001.
7. …….., Peranan Orang Tua dalam Mengatasi Masalah Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya, Jakarta, 2001.
8. Direktorat Reserse, Polda Metro Jaya, Laporan Situasi Kejahatan Tindak Pidana Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya di Indonesia Tahun 2001-2002.
9. Disdokkes Polri, Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Psikotropika, Jakarta 1993.
10. …….., Petunjuk Tentang Pengenalan Narkotika, Psikotropika, dan Obat Keras Lainnya, Jakarta 1997.
11. …….., Buku Pegangan dan Petunjuk bagi Para Guru dalam Menghadapi dan Mencari Solusi Terhadap Masalah Penggunaan, Penyalahgunaan Obat dan Adiksi di Dalam Sistem Pendidikan Indonesia, Bogor, Yayasan Harapan Permata Hati Kita, 2000.
12. Grant, Marcus dan Ray Hodgson, Penanganan Ketagihan Obat dan Alkohol Dalam Masyarakat : Pedoman Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan Primer Disertai Panduan Untuk Para Pelatihnya, Terjemahan , Bandung, Penerbit ITB, 1995.
13. Hasan Syadely, Ensiklopedia Indonesia Jilid III, Jakarta 1982.
14. Hawari, Dadang, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif, Artikel Fakultas Kedokteran UI, Jakarta 1993.
15. Juwana, Satya Dr. SpJ, et al., Diagnosis dan Terapi Penyalahgunaan Narkotika/Psikotropika dan Psikoaktif Lain, Jakarta, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 1998.
16. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.
17. Mappaseng, Erwin Drs, Inspektur Jenderal Polisi, Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang Dilakukan oleh Polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya, Pidato Sambutan Kapolda Jateng selaku Ketua Umum Narkotika Propinsi Jateng dalam Pembukaan Seminar Masalah Narkoba, Hotel Kusuma Sahid Surakarta, 11 Agustus 2002.
18. Mere, Gores Drs, Brigadir Jenderal Polisi, Sistem Penindakan dan Penyidikan Terhadap Peredaran Bahan-Bahan yang Terkait dengan Narkoba dari Luar Negeri, Makalah dalam Acara Diskusi Terfokus, Hotel Ambhara Jakarta, 9 Juni 2003.
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 213 / Menkes / Per / IV / 1985, tentang Obat Keras Tertentu.
20. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997, tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
21. Polda Metro Jaya, Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja dan Kamtibmas, Jakarta, BP. Dharma Bhakti, 2002.
22. Sampurno, Drs. MBA, Strategi Badan POM dalam Pengawasan Bahan-Bahan yang Terkait dengan Pembuatan Narkoba, Makalah dalam Acara Diskusi Terfokus, Jakarta, Hotel Ambhara, 9 Juni 2003.
23. Sianipar, Togar M. Drs, Komisaris Jenderal Polisi, Strategi Pencegahan Masuknya Narkoba dari Luar Negeri, Pidato Sambutan Pembukaan dalam Acara Diskusi Terfokus, Jakarta, Hotel Ambhara, 9 Juni 2003.
24. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
25. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997, tentang Psikotropika.
26. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997, tentang Narkotika.
27. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1997, tentang Pengesahan United Nation Convemtion Against Illicit Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substances.
28. Warta BKNN, Nomor 1 Tahun ke I, Januari 2002.
29. Wresniwiro, M. Drs, et al., Masalah Narkotika, Psikotropika dan Obat-Obat Berbahaya, Jakarta, Yayasan Mitra Bintibmas, 1999.

LAMPIRAN

Pengertian – Pengertian

1. Aplikatif
Adalah upaya atau pendekatan yang diyakini dapat dilaksanakan atau diterapkan di lapangan kerana telah tersedianya sumber daya berupa SDM, sarana – prasarana, anggaran serta sistem dan metoda ( Hasan Syadely : 1982 ).
2. Demand Reduction
Adalah suatu upaya, kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara lintas fungsi dan lintas sektoral guna menekan permintaan akan Narkoba atau dengan kata lain meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal dan tidak tergoda untuk mengkonsumsi atau menyalahgunakan Narkoba baik bagi dirinya maupun orang lain/lingkungannya ( Andrew Campbell, PhD : 2001, Terjemahan).
3. Depresan
Adalah obat atau bahan yang bekerja dengan cara menekan susunan saraf pusat sehingga menekan fungsi tubuh, dengan demikian dapat digunakan sebagai obat penenang atau obat tidur ( Dadang Hawari : 1993 ).
4. Eforia
Adalah rasa riang dan gembira serta kenikmatan yang berlebihan tanpa diketahui sebabnya ( Dadang Hawari : 1993 ).
5. Halusinasi
Adalah distorsi atau perubahan persepi perasaan panca indra sehingga apa yang dilihat, didengar dan dirasakan tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Biasanya timbul khayalan-khayalan menyenangkan seperti terbang di angkasa (fly) dan lain-lain ( Dadang Hawari : 1993 ).
6. Halusinogen
Adalah obat atau bahan yang bekerja pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan radikal pada kondisi kesadaran pemakainya sehingga terjadi halusianasi/ khayalan ( Disdokkes Polri : 1997 ).
7. Harm Minimisation
Adalah suatu pendekatan atau strategi yang digunakan dalam mengatasi penyalahgunaan Narkoba dengan cara menurunkan sampai pada tingkat yang serendah mungkin semua dampak negatif yang diakibatkan oleh penyalahgunaan Narkoba tersebut ( Andrew Campbell, PhD : 2001, Terjemahan ).
8. Harm Reduction
Adalah upaya, kegiatan dan perlakuan yang ditujukan terhadap korban atau pengguna Narkoba yang sudah ketergantungan untuk mencegah dan mengurangi angka kematian, angka kesakitan, penyebaran penyakit menular seksual dan dampak buruk lain akibat penyalahgunaan Narkoba tersebut baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat/ lingkungannya ( Andrew Campbell, PhD : 2001, Terjemahan ).
9. Holistik
Adalah menyeluruh, tanpa kecuali, mencakup semua aspek yang terkait seperti aspek medis, psikologis, sosiologis, hukum dan lain-lain ( Hasan Syadely : 1982 ).
10. Ketagihan/ adiksi
Adalah timbulnya suatu keadaan sugesti atau keinginan yang sangat kuat dari si pengguna obat/ Narkoba untuk selalu mengkonsumsi obat/ Narkoba tersebut. Sering disebut juga dengan istilah kecanduan ( Dadang Hawari : 1993 ).
11. Ketergantungan/ dependensi
Adalah suatu keadaan dimana fisik dan psikis sangat tergantung terhadap suatu jenis obat/ Narkoba tertentu, sehingga jika tidak dipenuhi atau dihentikan pemakaian secara mendadak akan menimbulkan gejala-gejala atau gangguan yang sangat hebat baik yang dirasakan secara fisik seperti rasa sakit yang sangat hebat maupun secara psikis seperti rasa putus asa dan lain-lain. Gejala-gejala yang timbul tersebut disebut dengan sindroma putus obat ( Dadang Hawari : 1993 ).


12. Narkoba
Adalah semua jenis obat, bahan/ zat baik sintetis maupun alamiah yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi otak/ susunan saraf pusat sehingga terjadi perubahan perilaku dan obat tersebut dapat menyebabkan ketagihan serta ketergantungan. Yang termasuk dalam Narkoba disini adalah Narkotika, Psikotropika dan bahan adiktif lainnya ( UU No. 22/1997 ).
13. Prekursor
Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia bukan golongan Narkotika atau Psikotropika, tetapi dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika atau Psikotropika
( Dirjen Bea dan Cukai : 2003 ).
14. Realistik
Adalah keadaan yang sesuai dengan fakta atau kenyataan lapangan dan dapat diterima oleh akal sehat ( Hasan Syadely : 1982 ).
15. Stimulan
Adalah obat atau bahan yang bekerja dengan cara merangsang susunan saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktifitas pemakainya, menghilangkan rasa kantuk dan rasa lelah ( Disdokkes Polri : 1997 ).
16. Supply Control
Adalah suatu upaya, kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara lintas fungsi dan lintas sektoral guna menekan keberadaan Narkoba di lingkungan masyarakat/ pasar gelap termasuk didalamnya adalah menekan penanaman, pabrikasi (pengolahan) dan distribusi serta peredarannya sejak dari pabrik sampai kepada pengguna ( Andrew Campbell, PhD : 2001, Terjemahan ).
17. Toleransi
Adalah keadaan dimana pemakai obat telah mengalami kekebalan atau peningkatan ambang kepekaan terhadap suatu obat tertentu sehingga memerlukan peningkatan dosis untuk mendapatkan efek yang sama
( Disdokkes Polri : 1997 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar